nontransaksional

Karina
4 min readSep 20, 2019

--

Seminggu penuh ini gue banyak belajar dari hal-hal kecil yang ada di sekitar gue.

  1. Kilas balik dari hari minggu lalu. Untuk pertama kalinya gue nyobain ibadah di gereja yang udah gue pengen coba dari jaman semester tiga tapi baru kesampean kemarin, IFGF Semarang. Terus khotbah yang dibawain tentang compassion. Tentang gimana compassion tadi bisa menggerakkan hati seorang manusia untuk akhirnya take action akan suatu hal yang terjadi di depan dia. Gue amaze banget sama isi khotbahnya, ditambah Pastor yang ngejelasin komunikatif banget sampe gue, yang biasanya main hape selama denger khotbah di gereja karena isi khotbah yang menurut gue itu-itu aja dan kebanyakan udah gue hapal di luar kepala, tiba-tiba jadi sibuk nyatet poin-poin khotbah yang lagi disampein. Ya pokoknya intinya: compassion bisa mengubah hubungan antar sesama manusia yang tadinya sekadar transaksional, lo jual gue beli, jadi jauh lebih dari itu.
  2. Kilas balik ke….. gue lupa tepatnya berapa minggu lalu, mungkin dua minggu yang lalu. Nyokap cerita di telefon, kalau ada satu saudara jauh, perempuan, yang karier-nya lagi naik-naiknya di perusahaan minyak multinasional, rela ninggalin kerjaan-nya demi ngurusin abangnya yang sakit. Soalnya, nyokap mereka udah tua kondisinya, jadi si perempuan yang resign dari International Oil Company ini ya merelakan karier-nya untuk akhirnya pulang ke rumah, Jakarta, demi keluarga. Logika dan ke-aku-an gue sebagai manusia gak nyampe sana, cuy. I mean, how come?! Dia bisa aja harusnya bayar perawat untuk bantu nyokapnya ngurus abangnya yang sakit. Lagi-lagi, ini bukti kalau lagi-lagi compassion bekerja dan ngobrak-ngabrik pemahaman gue kalo tadinya semua orang, satu sama lain, berhubungan itu ya transaksional, ternyata nggak gitu.
  3. I realized that I’ve been a real pain in the ass to everyone lately. Gue menghindar dari semua orang. Gak tau kenapa. Kalo lo tanya alesannya kenapa? Ya gak ada apa-apa. Pure enek aja sama semua tanggung jawab gue yang dengan kesotoyan gue, gue ambil. Lo pernah gak sih ngerasa gitu? Enek, butuh rehat, butuh ruang buat akhirnya rapihin semua keberantakan yang gue buat, biar gue bisa back on the track lagi. Tapi yang gue heran, manusia-manusia di sekeliling gue masih aja ber-baik hati sama gue, ber-belas kasihan, dan ber ber ber-lainnya. Masih nyamperin gue dengan baiknya, bilang kalo nama gue selalu muncul tiap mereka berdoa, masih mau nampung gue di kamar mereka kalo gue udah enek sendirian di kamar, masih mau nemenin gue makan, masih mau gue telfon jam 2 pagi cuma buat dengerin teriakan-teriakan gajelas “HAAAAAA GUE SEDIH” tapi gak tau apa yang bikin sedih. Gue gak tau sih, mungkin beberapa orang akan menganggap apa yang orang-orang ini lakuin ke gue bisa aja bersifat transaksional, but not for me. Gue gak pernah ngasih apa-apa ke mereka, cuy. Gue gak pernah mendengar nama mereka muncul di doa-doa gue (ya lo berdoa aja jarang, karina setan). Gue juga gak selalu ada kalo mereka ngajak makan. Kadang gue sejahat itu ignore semua telefon orang kalo gue lagi se-gak mood itu untuk ngomong sama orang lain. Then, why?! Again, all these peoples around me has this one-so-called compassion thing that moves their heart to do so towards me. I’m forever grateful for this.
  4. Tadi malem, gue melakukan suatu hal — impulsively — yang sudah gue sesali sejak gue membuka mata pagi tadi. Gak perlu dijelasin konteksnya apa. Tapi intinya, gue beneran melakukan hal ini, sudah lah impulsif, juga mengharapkan something in return. Lalu dengan kondisi sangat ambyar di jumat pagi yang dingin betul, gue keinget satu lagu yang menurut gue liriknya tuh….. powerful sekali. It’s Membasuh by Hindia ft. Rara Sekar.
    Selama ini
    Ku nanti
    Yang kuberikan
    Datang berbalik
    Tak kunjung pulang
    Apapun yang terbilang
    Di daftar pamrihku seorang
    Telat kusadar
    Hidup bukanlah
    Perihal mengambil yang kau tebar
    Sedikit air yang kupunya
    Milikmu juga, bersama
    Bisakah kita tetap memberi, walau tak suci
    Bisakah terus mengobati, walau membiru
    Cukup besar, tuk mengampuni, tuk mengasihi
    Tanpa memperhitungkan masa yang lalu

    Walau kering, bisakah kita tetap membasuh
    Lagu ini gue play dari youtube tadi pagi, soalnya spotify gue lagi gak premium. Terus gue sampe ketiduran saking ini lagu nenangin-nya. Liriknya nampar, tapi kayak lo ditampar — pake kata-kata — sama temen lo yang udah kenal lo lamaaaaaaaaaaaaa banget jadi ya lo malah jadi sadar instead of marah. Asli, sih. Menurut gue bagian lirik yang gue bold itu beneran kasta tertinggi dalam mengampuni. Dan gimana lo bisa mengampuni, gimana lo mau bisa melakukan hal-hal yang nontransaksional kayak lirik di atas, kalo lo gak punya compassion, kar?
  5. Akhirnya, berbagai contoh kejadian di atas beneran bikin gue sadar kalau di dunia ini, gak semua hal itu bersifat transaksional. Ternyata masih banyak orang yang ngelakuin hal-hal dalam hidupnya, buat orang-orang di hidupnya, yang digerakkin sama compassion dan berakhir tidak mengharapkan kembalian apa-apa aliasssssssssss semuanya jadi nontransaksional. Gak salah pilih kata, dari dulu gue selalu pengen punya tattoo yang tulisannya forgive & compassion. Akan direalisasikan sesegera-segeranya.

nb: tulisan ini dibuat semata-mata sebagai wadah penulis bersyukur, katarsis, dan menyindir diri sendiri. juga sebagai cara untuk membunuh waktu saat sedang dalam mode menghilang dari semua orang, gak bisa ngetweet, gak bisa post IG Story, ngerjain skripsi bingung, jadi ya medium jawabannya. Cheers!

--

--