21 Mei 2019

“Habis ini, mau ke mana?”

Karina
3 min readMay 20, 2019

Senin kemarin, gue ngobrol rada lama dan panjang sama dua temen cowok gue. Waktu makan siang ngobrol sama teman yang gue kenal di kampus, Jono. Waktu makan malam ngobrol sama teman yang gue kenal dari kelas 10 dan akhirnya terjebak di kampus yang sama, Kemal.

Jono cerita banyak hal, tapi inti dari obrolan siang bolong gue dan dia masih sama hampir disetiap kesempatan: abis ini mau ke mana?
I can say that Jono is such a visioner. He knows exactly where to go after college. Dia punya plan A, B, C, D yang harus dilakuin untuk mencapai main goals-nya di masa depan: Hidup leha-leha cuma ngandelin uang dari hasil trading saham dan bisnis properti yang dia punya di umur….. 30-an.

Well, biarpun gue sangat benci sama main goals-nya dia yang sangat mencirikan pemalas dan cenderung gak realistis, walaupun dia bisa berubah plan tiap minggunya — dari ternak lele, ternak unagi, jualan siomay babi, jadi driver ojol, sampe jadi makelar kos — , tapi Jono beneran udah selangkah di depan gue karena ya, itu... he knows exactly where to go after college.

Sementara Kemal, terakhir gue ngobrol panjang lebar sama ini manusia adalah waktu liburan semester kemarin, sekitar bulan februari kayaknya. Waktu itu dia cerita kalo dia gagal magang di Telkom Jakarta karena gak punya channel, makanya cuma bisa di Jakarta sebentar karena akhirnya dia magang di Lab Kampus. Kemal ini mirip-mirip sama Jono, sama-sama visioner. Kalo Jono pengen jadi trader professional, Kemal pengen jadi pengusaha properti yang kaya raya. Minimal kata Kemal, uang sekolah anak-anaknya nanti harus dibiayai dari hasil bisnis kos-kosan yang sudah dia planning sedemikian rupa. Kalo Kemal, memang dari dulu selalu selangkah di depan gue. Cuma sekali gue berhasil “mendahului” dia, yaitu waktu dia tau kalo jumlah SKS yang udah gue ambil di semester 5 itu 117 SKS, sementara dia baru 115 SKS. Super gak penting, kan? Tapi gak penting gitu aja dia pusing karena gue bisa mendahului dia. Jadi gue gak kaget kalo sekarang, dia beneran udah tau where to go & what to do after college.

Sementara gue? Gue beneran gak tau — lebih tepatnya, gak yakin sama kemampuan diri sendiri gue yang super minim ini — mau ke mana setelah lulus dari Fakultas Psikologi Undip (tidak) tercinta ini.
Gue punya plan, gue punya mimpi, tapi semuanya keliatan jauuuuuuhhhhhh banget. Proses belajar-mengajar di semester 6 ini akan berakhir dalam 10 hari, dan setelah itu, all I have and need to do is N G E R J A I N S K R I P S I.

Lalu, dari skala 1–10, seberapa siapkah aku menghadapi proses pengerjaan skripsi? -1. Iya, minus.
Sekarang harusnya gue ngerjain sempro, oh salah, bab 1 skripsi. Karena, dosen sempro gue sungguhlah ide dan ingin nyolong start, sekalian menebus kesalahan karena dia ghosting hampir sebulan. Tapi, lihat apa yang gue lakuin sekarang? Lanjutin draft tulisan ini yang udah ke-pending hampir seminggu.

Jadi kalo ada yang tanya, “Karina, habis ini mau kemana?” jawabannya adalah: “Gak tahu,”
ya karena, niat gue untuk mengerjakan bab 1 ini aja menguap gak tahu ke mana seiring dia yang selama ini nyemangatin juga hilang gak tahu kemana. Apalagi harus jawab pertanyaan habis ini mau kemana?

LHO, kok jadi curcol…
Nggak, nggak. Ya, intinya… gak ada intinya.
Tulisan kali ini bener-bener sampah dari isi otak yang gak tahu mau diluapin kemana aja. Sampah yang udah mau berubah jadi racun karena bikin gue juga jadi ikut-ikutan ngeselin dengan nanya hal ini ke semua orang.

Jadi, habis ini mau ke mana?

--

--